WABAH, PERSPEKTIF, DAN KETERBUKAAN INFORMASI
Covid-19 telah mewabah di seluruh dunia
termasuk indonesia pada awal tahun 2020, untuk mencegah penyebaran virus ini
kegiatan penyelenggaraan mengumpulkan banyak orang ditiadakan. Sebagai gantinya
Umat Islam dibeberapa tempat meniadakan sholat Jum’at dengan mengganti Sholat
Dzuhur,Sholat Tarawih dan Sholat Ied dirumah. Sedangkan umat Khatolik melakukan
misa via online. Agama mempunyai peran yang cukup penting dalam menghadapi
segala aspek kehidupan. Dalam situasi apapun, kegiatan keagamaan menjadi wujud
dari eksistensi komunitasnya.
Setiap wabah memunculkan pertanyaan
sehingga banyak muncul perspektif, Teori konspirasi banyak dipercayai dan
diperbincangkan. Setiap wabah tidak selalu dilihat dari kacamata Sains sebagian
orang menganggap wabah ini timbul karena radiasi 5G, Adapun yang menganggap
virus ini adalah senjata biologis, Virus ini dapat menyebar melalui angin dan
Sebagian orang beranggapan wabah ini adalah kutukan.
Sebelum Pandemi Covid-19 ini muncul
beberapa wabah besar juga terjadi didunia. Pada abad-14 wabah terjadi di Eropa
yang disebut juga “Black Death”. Black Death adalah suatu pandemi hebat yang
pertama kali melanda Eropa pada
pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347-1351) Kejadian awal di Eropa awalnya
disebut sebagai "Mortalitas Besar" (Great Mortality) oleh para penulis kontemporer. Nama "Maut
Hitam" umumnya dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit ini, di
mana kulit penderita menjadi menghitam karena pendarahan . Catatan sejarah
telah membuat sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa Maut Hitam adalah suatu
serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri
Yersinia pestis dan disebarkan oleh lalat dengan bantuan hewan
seperti tikus rumah
(Rattus rattus), walaupun ada
juga kalangan yang menyaksikan kebenaran hal ini. Pada saat yang hampir
bersamaan, terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah,
yang menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari
pandemi multiregional. Jika termasuk Timur Tengah,
India,
dan Tiongkok,
Maut Hitam telah merenggut sedikitnya 75 juta nyawa. Penyakit yang sama diduga
kembali melanda Eropa pada setiap generasi dengan perbedaan intensitas dan
tingkat fatalitas yang berbeda hingga dasawarsa 1700-an.
Beberapa wabah penting yang muncul kemudian antara lain Wabah Italia
(1629
– 1631),
Wabah Besar London (1665 – 1666), Wabah Besar
Wina (1679),
Wabah Besar Marseille (1720 – 1722), serta wabah pada
tahun 1771
di Moskwa.
Penyakit ini berhasil dimusnahkan di Eropa pada awal abad ke-19, tetapi masih
berlanjut pada bagian lain dunia (Afrika Tengah
dan Oriental, Madagaskar, Asia, beberapa bagian Amerika
Selatan).
Setiap generasi menyikapi wabah
dengan caranya masing-masing. Seperti yang terjadi pada wabah Black Death
Fanatisme dan semangat akan religi berkembang terutama di Eropa karena Maut
Hitam. Beberapa kelompok masyarakat Eropa menyerang kelompok tertentu seperti
orang Yahudi,
biarawan, orang asing, pengemis, dan peziarah. Karena para dokter pada abad
ke-14 kehabisan ide untuk menjelaskan mengenai penyebabnya, masyarakat Eropa
mulai mengubah sudut pandang kepada astrologi, gempa bumi, dan sumur yang
dicemarkan oleh orang Yahudi sebagai alasan untuk penyebab wabah. Pemerintah di
Eropa tidak dapat menyelesaikan masalah karena mereka tidak tahu mengenai
penyebab dan cara penyebarannya. Mekanisme penyebaran wabah pada abad ke-14
tidak dimengerti oleh orang pada saat itu. Banyak orang kemudian menyalahkan
bahwa ini adalah kemarahan Tuhan.
Menurut Dimas Bagus Arya (KONTRAS)
didalam diskusi “Agama dan Wabah Penyakit” (25/04) Pemikiran anti sains terjadi
akibat adanya distorsi informasi dikalangan masyarakat. Bias Kelas Informasi
rentan terjadi pada masyarakat kalangan menengah kebawah dan masyarakat yang
berada diwilayah yang sulit mengaskses informasi sehingga minim informasi sehingga
dapat memicu masyarakat menjadi kalut. Diera sekarang seharusnya informasi
dapat diperoleh dengan mudah, Namun belum tentu semua masyarakat mendapatkan
akses informasi yang valid.
Keterbukaan informasi publik merupakan
salah satu sarana untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Keterbukaan informasi, salah satu ciri negara
yang demokratis. Hak atas informasi termasuk dalam Hak Asasi Manusia, Melalui
Amandemen Kedua pada tahun 2000, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, telah memberikan jaminan perlidungan hak atas informasi. Pasal 28F
menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.”
Wabah ini dapat segera kita lalui
melalui kesadaran masing-masing melalui perspektif Sejarah dan Sains. Sebagai
masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa berkumpul, karena sifat
kolektivisme yang tertanam sejak kecil, kemudian dihimbau tidak berkumpul
dan juga bahkan tidak berdekatan dengan orang lain apalagi bersalaman,
merupakan suatu perubahan sikap yang tidak mudah dilakukan.
Penulis : Muhammad Yanuar Azhari
No comments