Krisis Hunian di Tengah Pandemi
Sumber : lbhbandung.or.id |
Oleh : Alfi Dwi Yuliyanto
Mahasiswa Fakultas Geografi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kasus
positif Covid-19 di
Indonesia sendiri pertama kali terdeteksi
pada 2 Maret 2020, ketika dua orang WNI terkonfirmasi tertular dari seorang
warga negara Jepang. Pada saat
tulisan ini dibuat (25/6/2020) telah dikonfirmasi teejadi 49.009 kasus Covid-19
dengan jumlah kasus yang lumayan banyak menempatkan Indonesia pada urutan ke-29
negara dengan jumlah kasus terkonfirmasi
covid-19 di seluruh dunia.
Tim Gugus Tugas Covid-19 menganjurkan
masyarakat untuk tetap dirumah, rajin mencuci tangan dan juga melakukan
physical distancing atau penjarakan fisik. Berdiam diri dirumah menjadikan rumah
sebagai benteng untuk menghadapi pandemi ini, bahkan banyak negara melakukan
kebijakan lockdown agar warga tidak berkeliaran di luar rumah.
Di Indonesia setelah melewati polemik
yang panjang pemerintah akhirnya memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
guna menekan angka penyebaran virus. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
2 Tahun 2020, PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu
wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran Covid-19.
PSBB yang menganjurkan masyarakat
untuk tetap berada di rumah menjadi masalah baru untuk para tunawisma, sebab
kebijakan PSBB belum dapat diimbangi dengan ketersediaan hunian tempat tinggal
bagi tunawisma sedangkan hunian tempat tinggal sendiri merupakan salah satu
jantung pertahanan melawan wabah.
Selain karena tidak memiliki hunian,
minimnya akses pada pelayanan kesehatan menjadi faktor yang menghantui
penyebaran virus, terutama pada mereka yang sehari-hari harus berjibaku di
jalanan.
Jika ditelusur lebih lanjut penyebab
krisis hunian yang terjadi ada beberapa faktor, diantaranya penggusuran yang
terjadi akibat konflik agraria yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat, serta
masyarakat yang tidak bisa membayar sewa huniannya akibat PHK yang dilakukan
tempatnya bekerja.
Penggusuran telah terjadi selama pandemic di berbagai wilayah, dilansir dari Lokataru Foundation yaitu suatu badan hukum litigasi profesional yang berdiri pada 2017 oleh salah satu pendirinya yaitu Haris Azhar menyampaikan, penggusuran selama pandemic telah terjadi di bebrapa wilayah misal; di Kampung Tambakrejo, Semarang 97 kepala keluarga harus tinggal berhimpitan tanpa mengindahkan penjarakan fisik, di bedeng sempit bekas gusuran yang berukuran 6m^2 dihuni kisaran 4 orang, kemudian di Tamansari Bandung, 61 warga korban penggusuran proyek rumah deret harus tinggal bersama disebuah ruangan yang ukurannya tidak lebih dari 14 x 17 m^2, tentunya harus tidur berdesakan tanpa adanya penjarakan fisik.
Berdasar pasal 28 H ayat 1. “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Artinya negara memiliki setidaknya 3 tanggung
jawab untuk tentang tempat tinggal kepada masyarakatnya yaitu:
- Menghormati, disini negara negara harus tidak melakukan penggusuran paksa dan menghancurkan rumah-rumah; menyangkal legalitas kepemilikan untuk kelompok-kelompok tertentu; memaksakan praktik diskriminatif yang membatasi akses dan kontrol perempuan atas perumahan, tanah, dan properti; melanggar hak privasi dan perlindungan rumah; menolak penggantian perumahan, tanah dan properti untuk kelompok-kelompok tertentu; atau mencemari sumber daya air.
- Melindungi, tanggung jawab untuk melindungi mengharuskan negara mencegah pihak ketiga yang mengganggu hak atas perumahan yang layak. Negara harus mengatur pasar perumahan dan sewa dengan cara yang mempromosikan dan melindungi hak atas perumahan yang layak dan menjamin tidak adanya diskriminasi dalam hal untuk memenuhi tempat tinggal masyarakat.
- Memenuhi, tanggung jawab untuk memenuhi mengharuskan negara untuk melakukan langkah-langkah untuk mewujudkan hak atas perumahan yang layak. Negara harus membuat kebijakan perumahan nasional atau rencana perumahan nasional yang: menetapkan tujuan untuk pengembangan sektor perumahan, dengan fokus pada kelompok-kelompok yang kurang beruntung dan terpinggirkan.
Sudah selayaknya
sebagai salah satu dari kebutuhan dasar manusia, tempat tinggal yang layak
huni,nyaman, serta aman harus diwujudkan pemerintah dalam upaya
mengamalkan isi dari UUD 1945 pasal 28 H
ayat (1) apalagi musim pandemic saat ini yang rumah merupakan benten utama
untuk memutuskan mata rantai persebaran pendemi ini.
Referensi :
1. Adityio Nugriho dan Fian
Alaydrus., (2020) Lokataru Foundation : Krisis Hunian Layak di Tengah Pandemi,
[online], dari: https://lokataru.id/rentan-dan-terpapar-bahaya-krisis-hunian-layak-di-tengah-pandemi/
[25 Juni 2020]
No comments