Breaking News

Problem dan Kebijakan Kependudukan di Negara Cina


Photo by zhang kaiyv from Pexels

Oleh: Lutfi Ibrahim A.S
Mahasiswa Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dapat kita ketahui bahwa cina dikenal sebagai negara yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi di dunia. Pemerintah cina sedang gencar-gencarnya dalam mengurangi angka fertilitas sehingga menerapkan kebijakan-kebijakan yang menuai pro dan kontra. Negara terpadat di dunia dengan penduduk 1,4 miliar jiwa ini selama beberapa dekade menjaga pertumbuhan populasinya lewat kebijakan satu anak.

Seperti yang kita tahu kebijakan satu anak di Cina pernah dijalankan pada 1978 silam yang merupakan upaya dalam menekan tingkat fertilitas dan kepadatan penduduk. Pada tahun 2016 kebijakan tersebut dilonggarkan yang dimana pasangan dimungkinkan memiliki dua anak demi menyeimbangkan populasi yang menua dengan cepat. Kebijakan 'satu anak' China diharapkan mampu menekan angka kelahiran hingga 400 juta jiwa. Namun, kenyataan kebijakan ini tidak efektif. Para ahli memperingatkan bahwa populasi China saat ini didominasi orang tua, sementara usia produktif kian merosot. PBB memperkirakan China akan memiliki populasi usia di atas 60 tahun sebanyak 440 juta pada 2050 mendatang. Sementara usia produktif China, berkisar antara 15-59 tahun, menyusut hingga 3,71 juta pada tahun lalu. Angka ini diprediksi akan terus berlanjut ke depan.

Pada 2050, jumlah penduduk Tiongkok di atas usia 65 tahun diyakini akan mencapai 330 juta jiwa. Ini akan menimbulkan konsekuensi bagi perekonomian Tiongkok. Misalnya jumlah tenaga kerja yang berkurang hingga utang yang tidak bisa dibayar, menurut laporan Majalah TIME.

Pemerintah pusat Tiongkok berusaha menggenjot angka kelahiran dengan mendorong penikahan di usia lebih muda. Tenaga kerja Liaoning, seperti wilayah-wilayah lain, mulai terpengaruh penurunan angka kelahiran, yang menjelaskan mengapa pemerintah provinsi ingin melonggarkan kebijakan pembatasan populasi warisan masa lalu.

Pemprov Liaoning sedang memprioritaskan sejumlah revisi seputar peraturan keluarga berencana, termasuk memberi dukungan finansial tambahan kepada keluarga yang memiliki dua anak.

Kebijakan terbaru dan kelonggran kebijakan sebelumnya menjadi faktor untuk meningkatkan ferlitilitas supaya angka usia produktif mulai meningkat. Pemerintah menyusun peraturan baru yang bertujuan untuk meningkatkan pendidikan, perumahan dan jaminan sosial dan memberikan lebih banyak dukungan keuangan bagi keluarga yang memilih untuk memiliki dua anak. Pemerintah mengeluarkan aturan mempropagandakan agar warganya punya dua anak. Sebabnya, populasi orang tua di Cina sudah terlalu banyak dari pada kelahiran yang ada. Sehingga kalau para orang tua itu meninggal, dan jumlah anak-anak di Cina sangat sedikit, maka negara itu akan mengalami masalah regenerasi yang mengancam eksistensinya sebagai negeri adidaya.

Aturan untuk punya dua anak berhasil meningkatkan angka kelahiran di Cina tahun lalu. Tak main-main, ia jadi angka kelahiran tertinggi yang pernah terjadi di Cina: mencapai angka 1,31 juta. Tapi, sayang masih jauh dari target. Salah satu penyebab kegagalan target ini adalah keengganan banyak keluarga di sana untuk punya dua anak. Berdasarkan komisi keluarga berencana di Cina, sekitar 75 persen keluarga enggan mengikuti aturan tersebut. Penyebab utamanya karena masalah ekonomi.

China telah membuat ketentuan untuk meningkatkan jumlah staf medis dan ranjang rumah sakit untuk menangani peningkatan jumlah kelahiran. Pemerintah memperkirakan jumlah populasi meningkat ke angka 1,42 miliar di akhir dekade, meningkat dari 1,37 miliar di akhir 2015.

Kebimbangan china terhadap masalah kependudukan ini menjadikan penduduk geram karena sudah lama sekali kebijakan satu anak diterapkan dan terbilang telat cina baru menetapkan kebijakan baru dua anak untuk menyusul usia tua. Kebijakan satu anak dulu, apabila terdapat penduduk yang melanggar dikenai denda yang memberatkan hidup sebuah keluarga. kebijakan yang baru ini, terbilang terlambat karena sudah terbiasa penduduk untuk memiliki satu anak dan memikirkan faktor keuangan untuk tambahan satu anak lagi.

Di Beijing, menurut sebuah survei pada 2017, diketahui hanya 30.000 pasangan yang mengambil formulir untuk memiliki anak kedua. Hal tersebut jauh dari estimasi pemerintah, yaitu 50.000 pasangan. Situasi yang sama terjadi di Kota Shanghai dan Shenzen. Kebanyakan orangtua di China menolak memiliki anak lagi karena faktor keuangan. "Membesarkan satu anak sudah membuat pengeluaran banyak, apalagi dua," ungkap seorang ayah yang memiliki anak perempuan berusia tiga tahun yang enggan disebut identitasnya. Menurut sosiolog dari Peking University, Lu Jiehua, kebijakan baru ini akan berdampak pada 100 juta pasangan. China adalah negara dengan penduduk berjumlah 1,3 miliar, memperlakukan kebijakan satu anak untuk mengontrol pertumbuhan populasi pada 1970-an. Kebijakan tersebut banyak sekali kegagalannya. Pemerintah lokal banyak yang melakukan aborsi paksa, denda besar, hingga pemaksaan sterilisasi. Akan tetapi, sejalan dengan kebijakan itu, ketidakstabilan antara usia produktif dan nonproduktif semakin tajam. Oleh sebab itu, semenjak awal 2015, pemerintah meramu strategi dengan menghapus kebijakan tersebut.

Kesimpulan dari masalah kependudukan di cina adalah dengan kebijakan dua anak dapat memberikan usia produktif untuk mengimbangi usia tua di cina. Kebijakan satu anak yang lalu telah membebani penduduk akan terbatasnya program reproduksi. Kebijakan dua anak terbaru ini dibilang terlambat dikarenakan doktrin kebijakan sebelumnya yang telah diberlakukan 30 tahun belakangan menjadi tidak efektif dan jauh dari target.

No comments