MENJAGA ALAM WADAS DENGAN MELAKSANAKAN TUJUAN UU NO 32 TAHUN 2009
Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener berujung kericuhan dan intimidasi aparat terhadap warga Wadas. Hal ini karena terdapat penolakan terhadap penambangan batu andesit yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan bendungan tersebut, bukan hal yang asing bagi kita dimana terdapat penolakan terhadap suatu bentuk kerusakan lingkungan maka disitu terdapat pihak yang terintimidasi. Mengacu UU No 32 Tahun 2009 secara garis inti memiliki tujuan untuk menjamin dan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan melindungi Indonesia dari kerusakan lingkungan. Hal ini sudah dijalankan oleh warga Wadas yang menolak adanya tambang tersebut dan aliansi solidaritas namun diabaikan, bahkan masalah ini sudah bermula dari tahun 2018. Artinya sudah 4 tahun mencuat tapi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sudah menemui warga kemarin (9/2) dan mengucapkan permohonan maaf terhadap insiden ini, tapi disisi lain pengukuran oleh petugas Kanwil Badan Pertanahan Nasional Jawa Tengah tetap berjalan. Bahkan pengukuran sepihak tersebut juga didukung oleh pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, dilansir dari media online nasional.tempo.co ia menyebutkan bahwa ingin penambangan dan pembangunan waduk ini lancar dan selalu didukung oleh masyarakat. Pernyataan tersebut melihat adanya warga yang pro dan kontra terhadap proyek ini.
Dengan adanya penolakan tersebut seharusnya dapat dijadikan pertimbangan atas proyek ini, karena akan ada dampak secara langsung maupun tidak langsung yang dirasakan oleh warga Desa Wadas terkhusus. Mata pencaharian mereka seperti bertani dan berladang dapat tersingkirkan, biarlah mereka menikmati alam yang lestari dengan cara memanfaatkan lahan tersebut dengan baik dan tidak merusak lingkungan tanpa ada gangguan dan tekanan. Adanya penolakan tersebut juga tidak menghentikan pengukuran tanah di hutan yang nantinya akan dijadikan tambang batu andesit dan mega proyek ini. Penolakan warga berupa banner dan unjuk rasa untuk menghentikan pengukuran di hutan alam Wadas telah dilakukan.
Pada Selasa (8/2), aparat mulai masuk ke Desa Wadas untuk mengawal pengukuran tanah yang digunakan sebagai proyek ini, aparat juga menangkap warga yang dinilai memprovokasi. Namun, Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia mengungkapkan 67 warga yang ditangkap dan diperiksa sudah kembali ke Desa Wadas, namun terdapat 1 warga yang harus diisolasi di rumah sakit karena terkonfirmasi Covid-19. Hal yang sangat disayangkan dari kejadian tesebut adalah aparat kepolisan yang mengepung desa melakukan penangkapan kepada mereka yang belum tentu salah, hal ini jelas bukan hanya membuat warga Wadas tidak nyaman tapi juga membuat warga Wadas tersiksa. Ditambah desa di kepung, layanan internet memburuk, listrik dipadamkan, dan membuat warga Desa Wadas terisolasi.
Kemunculan gerakan solidaritas seperti Wadas Melawan dan LBH Yogyakarta dinilai dapat membantu warga yang kontra atau yang menolak adanya tambang tersebut. Berbagai elemen masyarakat sipil seperti PBNU, Muhammadiyah hingga KontraS mengkritik keras langkah yang diambil kepolisian tersebut. Namun muncul pertanyaan apakah kritikan keras tersebut dapat menghentikan proyek penambangan batu andesit tersebut atau kritikan dan penolakan tersebut tidak dipedulikan. Solidaritas juga dilakukan secara online dengan mendatangi petisi, terhitung sudah 32 ribu lebih petisi tersebut tertandatangan dan jumlah nya akan terus bertambah dengan seiring jalannya penolakan terhadap rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo.
#SaveWadas #WadasMelawan
(Tim Redaksi)
(Refrensi : Media Online nasional.tempo.co)
No comments