TRADISI PARKIR RAPI PERLU ADAPTASI?
Foto
: Arya R
Universitas Muhammadiyah Surakarta sedang berada di tahun
pertama menjalankan perkuliahan tatap muka secara langsung atau luring sejak
tahun 2020, dimana tahun itu terjadi pandemi Covid-19 yang memaksa segala
kegiatan membatasi kontak secara langsung seperti kelas perkuliahan, namun
bukan hanya pada lingkungan pendidikan, hal yang serupa juga terjadi pada
lingkungan ekonomi seperti pasar dan mall yang ditutup sementara. Munculnya
kebijakan untuk kegiatan perkuliahan dilakukan secara luring, memaksa mahasiswa yang sebelumnya masih
daerah asal mereka masing-masing harus merapat ke sekitar kampus. Tempat
parkir yang cenderung sepi ketika masa perkuliahan online berubah
menjadi sangat ramai ketika perkuliahan luring, karena mereka harus masuk kelas
dan bertatap muka dengan dosen secara langsung.
Tempat parkir di lingkup kampus merupakan prasarana yang
vital bagi kalangan mahasiswa maupun civitas kampus, seperti halnya tempat
parkir di kampus 1 sayap utara Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tempat
parkir tersebut memiliki 4 lantai dengan 1 basement, umumnya tempat
parkir ini digunakan oleh mahasiswa dari Fakultas Geografi, Hukum, dan FKIP.
Namun seperti sudah menjadi tradisi yang terawat dengan baik, yaitu adanya
tradisi parkir tidak rapi dan akses jalan yang seharusnya diperuntukkan untuk
naik ke lantai 2 dan seterusnya justru malah ditempati untuk parkir, hal ini
jelas menyebabkan adanya lalu lintas parkir yang tersendat. Tidak jarang banyak
kejadian spion motor yang parkir sembarangan tersenggol oleh motor yang ingin
naik ke lantai 2 dan seterusnya. Penumpukkan parkir umumnya terjadi lantai
1, terlebih jika terdapat kelas di ruang RLPPM 01,02, dan 03 Fakultas Geografi,
karena mereka umumnya enggan parkir ke lantai 2 dan memilih lantai 1 karena
berdekatan dengan ketiga ruangan kelas tersebut.
Reporter Lembaga Pers Mahasiswa Globe Fakultas Geografi telah
terjun ke tempat parkir kampus 1 sayap utara Universitas Muhammadiyah Surakarta
untuk mengetahui keresahan tentang tradisi parkir tidak rapi. Kebanyakan dari
narasumber menyarankan agar diberi garis batas antara tempat parkir dengan
jalan akses, seperti di tempat parkir motor disamping Gedung Siti Walidah. Akan
tetapi yang terjadi di lapangan masih sama saja yaitu parkir tidak rapi,
“Sangat perlu diberi batas parkir seperti di tempat parkir motor Gedung Siti
Walidah, tapi tidak berjalan dengan baik tergantung pribadi masing – masing”,
ungkap Mukti seorang mahasiswi Fakultas Hukum UMS. Adanya tradisi ini membuat
satpam turun tangan untuk merapikan motor yang parkir tidak rapi dan
mengarahkan mahasiswa agar parkir di lantai 2 jikalau lantai 1 sudah penuh.
Mengenai adaptasi parkir rapi, Riskha seorang mahasiswi prodi
PGSD FKIP UMS, Riskha mengatakan “Mungkin perlu adaptasi sekitar 2 minggu untuk
parkir rapi, karena saya sendiri juga termasuk maba sehingga belum mengetahui
peraturan disini bagaimana”. Riskha berpendapat terkadang yang membuat parkir
tidak rapi yaitu karena mengejar waktu masuknya kelas, sehingga ketika menemui space
kosong maka langsung ditempati. Namun yang terjadi di tempat parkir justru space
kosong tersebut menganggu jalan akses. Pendapat yang cukup sepadan juga
dikatakan oleh Murtadho, seorang satpam kampus 1 FG, menurutnya ketertiban parkir di gedung S kampus 1
ini lambat laun akan tertib dengan sendirinya. Karena kebanyakan yang parkir
itu adalah mahasiswa baru yang belum tau pola parkirnya sehingga banayak yang
masih parkir sembarangan. Beliau juga menjelaskan bahwasannya lahan parkirnya
sendiri masih kurang, sehingga sebagian mahasiswa juga ada yang parkir di depan
Alfamart tidak diparkiran kampus. Dia menambahkan bahwasannya dibuat tanda
garis untuk parkir juga akan sama saja, jika kesadaran dari mahasiswa juga
tidak ada. Terkait rambu-rambu pintu masuk keluar yang rusak, itu harus melalui
pengajuan ke pengadaan di Gedung Induk Siti Walidah dan pengajuan itu menurut
beliau agak susah untuk di acc.
Menanggapi pendapat pendapat tersebut muncul pertanyaan
perlukah adaptasi untuk parkir secara rapi?, kembali ke pribadi masing – masing
untuk menjawab kalimat pertanyaan tersebut, memilih memakirkan motornya dengan
rapi atau tidak. Namun harus ditekankan bahwa tempat parkir tersebut bukan
milik pribadi sehingga harus mengutamakan kepentingan bersama dengan parkir
rapi dan jika tempat parkir lantai 1 penuh maka harus menggunakan lantai 2 dan
seterusnya agar tidak terjadi penumpukkan, mengingat lantai 1 merupakan lantai
awal untuk naik ke lantai 2. Dengan adanya artikel ini semoga dapat tepat
sasaran, untuk mahasiswa yang sudah meninggalkan tradisi ini perlu diapresiasi
dan untuk mahasiswa yang masih menjalankan tradisi ini bersegera untuk
meninggalkan demi kenyamanan bersama.
Penulis
: Redaksi LPM Globe
No comments